💐📝DALAM KONDISI TERTENTU, MENGKLARIFIKASI NUKILAN BERITA DARI ORANG YANG TERPERCAYA TETAP DIPERLUKAN
❓Pertanyaan:
Sebagian dai menuduh dai lainnya. Jika ia ditanya tentang hal itu, ia menjawab: telah menyampaikan berita kepadaku seorang laki-laki yang *telah dikenal dengan keilmuan dan keadilannya*. Jika dikatakan kepada dia: Hendaknya engkau mengklarifikasi berita terlebih dahulu. Ia berkata: Klarifikasi (tatsabbut) itu jika yang menukil adalah orang yang fasik.
Bagaimana pendapat anda dalam hal ini?
💡Jawaban Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah:
Ini benar. Ucapannya benar secara dzhahir. Bahwasanya jika seorang yang terpercaya mengkhabarkan kepadamu, tidak perlu klarifikasi lagi. Karena Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا
Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian seorang fasik menyampaikan berita, pastikanlah terlebih dahulu kebenarannya (Q.S al-Hujurat ayat 6)
Namun, kadangkala seseorang terpercaya, tapi ia memiliki hawa nafsu. Sehingga sisi keterpercayaan yang ada pada dia menjadi lemah dengan sebab ini.
(Liqo’ al-Baab al-Maftuh (182/28))
🇸🇦Naskah Asli dalam Bahasa Arab:
حكم التثبت في رواية الثقة
السؤال
بعض الدعاة يتهم داعية آخر، فإذا قيل له في ذلك قال: حدثني رجل معروف بعلمه وعدله.
فإذا قلت: تثبت.
قال: التثبت فيما إذا كان الناقل فاسقاً.
فما رأيكم في هذا؟
الجواب
هذا صحيح، كلامه صحيح من حيث الظاهر؛ أنه إذا أخبرك رجل ثقة فلا حاجة للتثبت؛ لأن الله قال: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا } [الحجرات:6] لكن قد يكون الإنسان ثقة ولكن له هوى فتضعف الثقة من هذه الناحية.
Penerjemah: Abu Utsman Kharisman
💡💡📝📝💡💡
WA al I’tishom