MEMBAYAR LEBIH DARI HUTANG YANG DIPINJAM

💐📝FATWA SYAIKH IBN UTSAIMIN TENTANG MEMBAYAR LEBIH DARI HUTANG YANG DIPINJAM

Pertanyaan:

فضيلة الشيخ! إذا أخذت من إنسان مثلاً خمسمائة ريال سلفاً، فبعد مدة أرجعتها له ستمائة ريال من نفسي أنا زدت له مائة ريال وهو ما طلب مني هذا، هل يدخل في الربا أو ما يدخل في الربا؟

Fadhilatus Syaikh, jika misalkan aku meminjam (uang) 500 riyal, kemudian setelah beberapa waktu berlalu aku membayar hutang dengan sejumlah 600 riyal, aku tambah sendiri. Aku menambahkan 100 riyal padahal orang yang meminjamkan itu tidak memintaku tambahan itu. Apakah ini termasuk riba atau tidak?

Jawaban Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah:

نقول: ليس من الربا؛ لأن الرسول عليه الصلاة والسلام قال: ( خيركم أحسنكم قضاءً ) وكما أنه يجوز أن أعطيه أحسن مما استقرضتُ منه في الوصف فكذلك أزيَد في العدد ولا فرق، يعني لو أنك استسلفتَ منه صاع أرز من الأرز الوسط، ثم أعطيتَه صاع أرز من الأرز الجيد، يجوز أو لا؟ يجوز.
إذاً: لو أعطيته صاعاً ونصف ما هناك مانع، بشرط ألا يكون مشروطاً عند القرض، فإن كان مشروطاً عند القرض، فلا يجوز.

Kita katakan: Bukan termasuk riba. Karena Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik dalam membayar hutang. Sebagaimana boleh membayar hutang dengan sesuatu yang sifatnya lebih baik, demikian juga boleh menambah dalam jumlahnya. Tidak ada perbedaan. Misalkan jika engkau meminjam satu sho’ beras kualitas pertengahan, kemudian engkau ganti dengan satu sho’ beras kualitas baik. Apakah ini boleh? Boleh. Karena itu, jika engkau memberikan 1,5 sho’ (ada tambahan), hal itu tidak terlarang. Dengan syarat, tidak ada persyaratan ketika peminjaman. (Sang peminjam tidak mempersyaratkan harus dibayar dengan tambahan saat akad peminjaman, pent). Jika ada persyaratan saat (akad) peminjaman, ini tidak boleh (Liqo’ al-Bab al-Maftuh (136/12))

Penerjemah: Abu Utsman Kharisman

💡💡📝📝💡💡
WA al I’tishom

Advertisement
MEMBAYAR LEBIH DARI HUTANG YANG DIPINJAM

Tertahannya Roh Si Mati Kerana Hutang

Ditulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman

BAB TERTAHANNYA ROH MAYIT KERANA HUTANG

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( نَفْسُ اَلْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ, حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ

Dari Abu Hurairah Radiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Sallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Roh orang mati itu tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya.” Riwayat Ahmad dan atTirmidzi. Hadis hasan menurut at-Tirmidzi << disahihkan Syaikh al-Albany dalam Sahihul Jami’>>

PENJELASAN:

Roh seorang mukmin akan tertahan dengan hutangnya, sampai dilunasi atau diikhlaskan oleh sang pemberi hutang. Para Ulama’ menjelaskan makna ‘tergantung/ tertahan oleh hutangnya’ dengan 2 penafsiran:

1. Tertahan dari mendapatkan kedudukan yang mulia setelah kematian (pendapat as-Suyuthy).

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ فَقَالَ هَاهُنَا أَحَدٌ مِنْ بَنِي فُلَانٍ قَالُوا نَعَمْ قَالَ إِنَّ صَاحِبَكُمْ مُحْتَبَسٌ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فِي دَيْنٍ عَلَيْهِ

Dari Samurah bin Jundub beliau berkata: Nabi Sallallaahu alaihi wasallam pernah solat Subuh kemudian berkata: Apakah di sini ada seseorang dari Bani Fulaan (disebut nama suatu kabilah). Sebahagian Sahabat menyatakan: Ya. Nabi bersabda: Sesungguhnya saudara kalian tertahan di pintu syurga kerana hutang yang dimilikinya (H.R Ahmad no 19265, para perawinya adalah perawi-perawi dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim.

2. Belum boleh dipastikan apakah ia selamat atau celaka setelah kematian, sampai dilihat terlebih dahulu apakah hutangnya terlunasi atau belum (pendapat al-Iraqy)

(disarikan dari Daliilul Faalihin li thuruqi Riyaadhis Shoolihiin (6/247)).

Bahkan, seorang mati syahid di jalan Allah yang semestinya mendapatkan kemuliaan dengan diampuni dosa, dosanya akan terampuni kecuali hutang.

الْقَتْلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُكَفِّرُ كُلَّ خَطِيئَةٍ فَقَالَ جِبْرِيلُ إِلَّا الدَّيْنَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا الدَّيْنَ

Orang yang terbunuh di jalan Allah akan terhapus seluruh kesalahannya. Jibril menyatakan: kecuali hutang. Kemudian Nabi Sallallaahu alaihi wasallam menyatakan: kecuali hutang (H.R atTirmidzi, disahihkan oleh Syaikh al-Albany).

Dosa terhadap Allah akan terampuni. Tersisa dosa atau tanggungan terhadap makhluk/ sesama manusia.

Jika demikian keadaan orang yang berhutang dan belum dilunasi, padahal orang yang menyerahkan piutang dulunya dalam keadaan redha, bagaimana lagi dengan orang yang mengambil harta orang lain tanpa keredhaannya?! Pasti akan lebih dahsyat lagi permasalahan yang akan dihadapinya setelah kematian (Subulus Salaam syarh Bulughil Maram karya as-Shon’aany (2/92)

Hadis ini memberikan pelajaran kepada kita untuk tidak bermudah-mudahan dalam berhutang kecuali dalam keadaan yang mendesak. Jika sudah memiliki kemampuan, segera lunasi hutang. Demikian juga bagi ahli waris, jika masih tersisa hutang dari mayit yang belum tertunaikan, segera ditunaikan.

Sebahagian Ulama’ menjelaskan bahwa keadaan yang disebutkan dalam hadis ini berlaku jika seseorang yang meninggal itu masih memiliki harta yang sebenarnya boleh digunakan untuk membayar hutang. Orang yang mempunyai kemampuan untuk membayar hutang, namun tidak segera melunasi hutangnya adalah orang yang zalim

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

Mengulur-ulur pembayaran hutang padahal ia mampu adalah zalim (H.R al-Bukhari no 2225 dan 2924).

Berbeza dengan orang yang bersemangat kuat untuk membayar hutangnya, namun belum ditakdirkan oleh Allah. Orang yang semacam ini, meski di akhir hayat ia ternyata belum mampu membayar, Allah akan tunaikan untuknya.

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang mengambil harta manusia dalam keadaan suatu saat ingin ia bayar, maka Allah akan tunaikan untuknya. Barangsiapa yang mengambilnya dengan tujuan untuk membinasakan harta manusia, Allah akan binasakan harta itu baginya (H.R alBukhari no 2212)

Allah tunaikan untuknya, ertinya Allah akan mudahkan baginya rezeki di dunia sehingga mampu dia lunasi, atau pihak pemberi hutang mengikhlaskannya, atau ada pihak lain yang membayarkan hutang untuknya.

Dulu jika ada seseorang muslim yang meninggal dunia dan memiliki hutang belum dibayar, Nabi Sallallaahu alaihi wasallam tidak mahu mensolatkan. Beliau perintahkan pada para Sahabat yang lain untuk mensolatkan, namun beliau tidak mensolatkan. Hal itu sebagai bentuk pelajaran agar mereka tidak bermudah-mudahan dalam berhutang dan segera melunasinya semasa hidup, sehingga jika mereka meninggal Rasulullah Sallallaahu alaihi wasallam mau mensolatkan. Kemudian, setelah Allah bukakan untuk Rasulullah Sallallaahu alaihi wasallam kemenangan-kemenangan Islam, dan terkumpul banyak ghanimah, maka kemudian beliau menanggung pembayaran hutang untuk kaum muslimin yang meninggal dalam keadaan masih memiliki hutang dan tidak mampu membayarnya (H.R al-Bukhari no 2133, lihat juga penjelasan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam Syarh Sunan Abi Dawud (17/390)).

Sikap demikian seharusnya diikuti oleh pemimpin kaum muslimin selanjutnya. Jika ada seorang muslim yang meninggal masih memiliki hutang dan tidak mampu dibayarnya, keluarganya juga fakir, maka dilunasi hutangnya diambilkan dari Baitul Maal (penjelasan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalu Syaikh (Taudhiihul Ahkaam (2/394))

Sumber asal: http://salafy.or.id/blog/2013/03/08/syarh-kitabul-janaaiz-min-bulughil-maram-bag-ke-3/

Tertahannya Roh Si Mati Kerana Hutang

Pemberi Hutang

Soalan: Assalamualaikum ustaz, (saya) mahu tanya ustaz, si fulan mempunyai hutang 10 juta (rupiah), sudah bertahun-tahun (dia) belum dibayarnya, di datangi ke rumahnya malah menghilang, (kami) tanya kepada keluarganya (mengenainya) malah mereka tidak tahu menahu, apakah yang kami seharusnya lakukan? Adakah tindakan yang sesuai sunnah? Alamatnya sudah diketahui, tetapi si fulan selalu menghidari (kalau) jikalau kami datang, padahal si fulan mampu membayar hutang tersebut, kerana si fulan memiliki kereta, 3 motor, kalau seperti itu bagaimana ustaz?

Jawapan: Bererti antum sebagai korban. Pemberi hutang kepada fulaan. Jika fulaan sebenarnya mampu membayar tapi ia tidak membayar, maka ia telah berbuat zalim kepada antum.

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

Menunda-nunda pembayaran hutang bagi pihak yg mampu adalah kedzhaliman (H.R al-Bukhari).

Sebagai orang yang terzalimi antum memiliki beberapa pilihan:

1) Memaafkan dan mengikhlaskan hutang tersebut, dan ini keutamaannya besar.

2) Memperkarakannya ke pengadilan (namun cara ini hanya diperbolehkan jika di tempat kita diterapkan mahkamah/ pengadilan syar’i).

3) Mendoakan keburukan bagi dia, kerana antum terzalimi. Sebagaimana yang dilakukan sebahagian Sahabat Nabi yg terzalimi.

4) Akan menuntutnya nanti di akhirat.

Wallaahu A’lam.

Poin pertama hanya bagus diterapkan jika pemberian maaf menimbulkan perubahan perilaku menjadi lebih baik bagi fulaan.

📥ust. Abu Utsman Kharisman
____________________________
📲Turut memublikasikan ⇲
۞ مجمـــــــــــوعة الاســـــــــــتفادة ۞

Sumber asal: http://walis-net.blogspot.my/2015/02/sekilas-ttg-pemberi-hutang.html

Pemberi Hutang