Kebahagiaan Bukan Dengan Banyaknya Harta

Al-Mawardi rahimahullahu ta’ala mengatakan:

“Kebahagiaan seseorang itu bukanlah dengan banyaknya harta, berapa banyak orang yang banyak harta tetapi dia menderita, dan berapa banyak pula orang yang sedikit hartanya namun bahagia.”

Adabun Dunya

Continue reading “Kebahagiaan Bukan Dengan Banyaknya Harta”

Kebahagiaan Bukan Dengan Banyaknya Harta

Apa Yang Ditanam, Itulah Yang Dituai

Berkata Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu anhu :

فَمَنْ زَرَعَ خَيْرًا يُوشِكُ أَنْ يَحْصُدَ رَغْبَةً ، وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا يُوشِكُ أَنْ يَحْصُدَ نَدَامَةً ، وَلِكُلِّ زَارِعٍ مَا زَرَعَ

Barangsiapa yang menanam kebaikan maka ia akan menuai kebahagiaan. Barangsiapa yang menabur kejelekan maka ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang menanam akan menuai hasil apa yang ia tanam.”

Az Zuhud karya Abu Dawud no 130 – الزهد لأبي داود ١٣٠

Continue reading “Apa Yang Ditanam, Itulah Yang Dituai”

Apa Yang Ditanam, Itulah Yang Dituai

Hati Yang Selamat

Firman Allah :

{ يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من أتى الله بقلب سليم }.

“Pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta tidak pula anak-anak, kecuali barangsiapa yang datang kepada Allah dengan Qalbun Salim (hati yang selamat).”

Abu ‘Utsman an-Naisaburi rahimahullah mengatakan,

<<هو القلب الخالي من البدعة، المطمئن على السنة>>.

“Itu adalah hati yang bersih dari bid’ah dan tentram di atas Sunnah.”

Lihat Tweet @aljuned77:
https://twitter.com/aljuned77/status/733468315721465858?s=09

Hati Yang Selamat

Kunci-Kunci Kebaikan

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:

‏ارض بما قسم الله لك تكن أغنى الناس،
أد ما افترض الله عليك تكن أعبد الناس،
اجتنب ما حرم الله عليك تكن من أورع الناس.

“Redhalah dengan pembahagian dari Allah untukmu, nescaya engkau akan menjadi orang yang paling berkecukupan, kerjakan apa yang Allah wajibkan atasmu, nescaya engkau akan menjadi orang yang paling baik ibadahnya, dan jauhilah apa yang Allah haramkan atasmu, nescaya engkau menjadi termasuk orang yang paling wara’.”

Sahih, Az-Zuhd, karya Abu Dawud, no. 139

Continue reading “Kunci-Kunci Kebaikan”

Kunci-Kunci Kebaikan

Membaca Perwatakan Seseorang

Luqman al-Hakeem berkata kepada anaknya,

“Wahai anakku, ada tiga hal yang tidak dapat diketahui kecuali pada tiga tempat: tidak diketahui seseorang yang lembut kecuali pada saat (dia) marah, tidak diketahui seorang yang berani, kecuali pada saat perang, tidak diketahui seorang sahabat, kecuali pada saat kita memerlukan(nya).”

Membaca Perwatakan Seseorang

Kebijaksanaan Abu Hanifah dalam Menyedarkan Orang Khawarij

Dikisahkan tatkala orang-orang khawarij berhasil menguasai Kufah, para pengikut khawarij pun menangkap Imam Abu Hanifah rahimahullah Ta’ala.

Mereka berkata, “Wahai Syaikh bertaubatlah dari kekufuran!” Beliau menjawab, “Ya. Aku telah bertaubat dari segala bentuk kekafiran.” Setelah mendengar jawapan itu mereka meninggalkan Abu Hanifah.

Di tengah jalan ada yang berkata, “Sesungguhnya dia bertaubat dari kekafiran. Yang ia maksudkan adalah ajaran dan keyakinan kalian.” Mereka pun langsung berpatah balik dan menemui Abu Hanifah kembali.

Pemimpin mereka membentak, “Wahai Syaikh, engkau kata telah engkau bertaubat dari kekafiran. Pasti yang engkau maksud adalah keyakinan kami.”

Abu Hanifah berkata, “Tunggu dulu. Kamu berkata demikian atas dasar sangkaan atau ilmu?” “Berdasar sangkaan kami,” jawab pemimpin khawarij.

Abu Hanifah menjawab, “Ingatah! Allah telah berfirman,

(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ)

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), kerana sebahagian dari prasangka itu adalah dosa.” (Al-Hujurat: 12).

Jika demikian bererti kamu telah melakukan satu dosa. Padahal menurut ajaranmu, melakukan dosa bererti kafir dan keluar dari Islam. Sekarang bertaubatlah terlebih dahulu!!”

Ucapan itu menyentak pemimpin kelompok Khawarij. “Anda benar wahai Syaikh, Aku sekarang bertaubat dari kekafiran,” ucap sang pemimpin.

Di waktu yang lain, pengikut khawarij kembali mendatangi Imam Abu Hanifah. Tatkala mereka mengetahui bahwa beliau tidak mengkafirkan seorang muslim dengan semata-mata dosa.

“Wahai Abu Hanifah, lihatlah ke halaman masjid. Ada dua jenazah terbujur kaku. Jenazah pertama adalah peminum arak. Dia mati setelah terlebih minum minuman keras.

Jenazah kedua adalah wanita pezina. Dia bunuh diri setelah sedar sedang mengandung janin hasil zina. Menurut anda apakah mereka kafir atau tidak?” kata pengikut khawarij.

“Tunggu dulu. Jawab dahulu pertanyaanku. Dari agama mana mereka? Apakah kedua jenazah tersebut beragama Yahudi?” tanya Abu Hanifah.

“Tidak,” jawab mereka.

“Apakah beragama Nasrani?” Abu Hanifah kembali bertanya.

“Tidak,” jawab mereka kompak.

“Ataukah beragama Majusi?”

“Tidak.”

“Jika begitu, dari agama mana?” tanya Abu Hanifah.

Mereka menjawab, “Dari agama yang pengikutnya bersaksi bahawa tiada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan bahawa Muhammad adalah utusan Allah.”

“Sekarang katakan kepadaku. Berapakah nilai dua kalimat syahadat? Berapakah nilainya dalam keimanan seorang muslim? Apakah sepertiga, seperempat atau hanya seperlima?” tanya Abu Hanifah.

Mereka menjawab: “Iman itu tidak boleh dibahagikan, dikatakan sepertiga, seperempat atau seperlima”

“Yang tegas saja. Berapa peratus bahagian syahadat dalam Iman?” tanya Abu Hanifah.

Mereka menjawab, “Syahadat berarti seluruh keimanan.”

“Jika kalian menganggap syahadat membuat orang mendapat iman secara utuh, untuk apa kalian bertanya kepadaku tentang status kedua jenazah tersebut. Kalian sudah menjawab pertanyaan kalian sendiri,” kata Abu Hanifah.

Mereka membantah Abu Hanifah, “Tak usah bermain kata. Sekarang jawab dengan tegas. Apakah jenazah itu termasuk ahli syurga atau neraka?”

“Baiklah jika kalian menolak argumen-argumen yang telah aku sampaikan. Jawapanku sama dengan jawapan nabiyullah Ibrahim terhadap sebuah kaum yang dosanya jauh lebih besar dari mereka :

(رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ ۖ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ۖ وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ)

“Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” {Ibrahim:36}

Aku mengatakan pada keduanya seperti ucapan nabiyullah Isa terhadap sebuah kaum yang dosanya jauh lebih besar dari keduanya,

(إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ)

“Jika Engkau menyeksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Maidah 118)

Seperti ucapan nabi Nuh tentang kaumnya yang dosa mereka lebih buruk dari dua jenazah di depan.

قَالُوا أَنُؤْمِنُ لَكَ وَاتَّبَعَكَ الْأَرْذَلُونَ *قَالَ وَمَا عِلْمِي بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ * إِنْ حِسَابُهُمْ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّي ۖ لَوْ تَشْعُرُونَ

“Mereka berkata: “Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?” “Nuh menjawab, “Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?” “Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Robbku, kalau kalian menyedari.” (Asy Syuroo: 111-113)

Jawapanku sama dengan jawapan para Nabi termasuk Rasulullah salallahu alaihi wasallam:

قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ)

“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib”, dan tidak (pula) aku mengatakan: “Bahawa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim.” (Hud:31)

Maka mereka pun melemparkan senjata-senjata mereka. Mereka menyatakan: Sungguh kami bertaubat dari agama yang dulu kami ada diatasnya. Dan kami akan beragama seperti agama anda wahai Abu Hanifah. Sungguh Allah telah memberi anda kelebihan berupa keutamaan kebijaksanaan dan ilmu ”

*Manaqib Abu Hanifah 108-151*

Faidah dari Ustadzuna Afifuddin Hafizhohullah Ta’ala wa Ro’aahu di WA Thullab Al Bayyinah

Alih bahasa Abu Sufyan Al Musy Ghofarohullah
26 Ramadhan 1437
Daarul Hadits Al Bayyinah
Sidayu Gresik
Harrosahallah

Channel Telegram UI
http://bit.ly/uimusy

Kunjungi Website Kami MUSY
[Muslim Salafy]
http://www.musy.salafymedia.com

TURUT BERBAGI
Tlgrm.me/tholibulilmicikarang
Salafycikarang.salafymedia.com

Tholibul Ilmi Cikarang
Jum’at 26 Ramadhan 1437 H / 01 Juli 2016 M, Jam 05.11 wib

Kebijaksanaan Abu Hanifah dalam Menyedarkan Orang Khawarij